Tahukah kamu, Pada tanggal 23 dan 24 Maret 1946. Sebanyak 200.000 penduduk Bandung membumihanguskan rumah mereka, dalam waktu 7 jam. Meninggalkan kota menuju area pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA (Nederlands Indie Civil Administration) Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Latar Belakang
Pada bulan Oktober 1945, tepatnya pada tanggal 12. Pasukan Sekutu, Inggris dari bagian Brigade MacDonald dan NICA mendarat di bumi priangan. Sejak awal hubungan mereka dengan Pemerintah RI sudah tidak baik. Meresahkan penduduk dengan menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka, ditambah warga Belanda yang dibebaskan dari kamp tawanan melakukan tindakan yang mengganggu keamanan. Terjadilah bentrokan antar Tentara Inggris dan TKR.
Puncaknya pada malam 21 November 1945, TKR dan rakyat perjuangan menyerang kedudukan Inggris dibagian utara, termasuk Hotel Preanger dan Savoy Homann yang dijadikan markas. Tiga hari berselang, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar mengosongkan Bandung Utara, termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum tersebut mendorong TRI (sekarang TNI) melancarkan operasi “bumihangus”. Para pejuang tidak rela bila Bandun dimanfaatkan oleh Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan, pada tanggal 23 Maret 1946. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku komandan divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung kala itu memerah dibakar sengaja oleh TRI dan rakyatnya sendiri dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung.
Asal Istilah
Istilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembumihangusan tersebut. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang mencetuskan istilah tersebut pada pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tersebut.
“JADI SAYA KEMBALI DARI JAKARTA, SETELAH BICARA DENGAN SJAHRIR ITU. MEMANG DALAM PEMBICARAAN ITU DI REGENTSWEG, DI PERTEMUAN ITU, BERBICARALAH SEMUA ORANG. NAH, DISITU TIMBUL PENDAPAT DARI RUKANA, KOMANDAN POLISI MILITER DI BANDUNG. DIA BERPENDAPAT, “MARI KITA BIKIN BANDUNG SELATAN MENJADI LAUTAN API.” YANG DIA SEBUT LAUTAN API, TETAPI SEBENARNYA LAUTAN AIR.”
-A.H NASUTION, 1 MEI 1997
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai denganCimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul “Bandoeng Djadi Laoetan Api“. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi “Bandoeng Laoetan Api“.
Sumber: id.wikipedia.org
Rizky Agung Maulana S. P.
Mahasiswa Institut Teknologi Nasional
Media Officer Team ISYF”]