Tahukah kamu bahwa setiap orang tetap bisa produktif walau sedang di rumah saja? Ya, produktif merupakan hal yang baik, namun semua hal yang berlebihan itu belum tentu baik. Disadari maupun tidak, bisa jadi produktivitas yang berlebihan ini dapat meracuni kehidupan kita. Biasanya orang yang terjebak dalam toxic productivity tidak pernah merasa cukup, lantas apa sih sebenarnya toxic productivity itu? yuk simak penjelasannya lebih lanjut!
Toxic productivity ialah keadaan dimana tingkat produktivitas seseorang telah melampaui kemampuannya sehingga memberikan dampak yang buruk. Menurut Graheta Rara Purwasono M. Psi, orang yang toxic productivity akan merasa bersalah kalau tidak melakukan sesuatu. Nah, mereka yang tergolong toxic productivity ini akan berusaha mencari kegiatan terus-menerus sampai tidak lagi mengenal waktu.
Kita semua pasti pernah waktu lagi menggulir layar beranda, lalu tidak sengaja melihat unggahan seseorang tentang kesehariannya yang sangat produktif. Tiba-tiba kita jadi membandingkan diri kita dengan orang lain atas kesibukannya tadi. Setelah itu kita larut dalam perasaan bersalah karena merasa diri kita kurang produktif. Tapi pernah tidak kamu berpikir dari sisi lain kalau sosial media adalah panggung di mana semuanya akan terlihat sempurna? Lantas mengapa kita harus merasa bersalah atas hal tersebut?
Secara umum toxic productivity ini sering disandingkan dengan workaholic, overworking, gila kerja dan sebagainya. Eiits..jangan salah, selain dapat dikaitkan dengan dunia kerja ternyata toxic productivity ini bisa dialami oleh kalangan pelajar juga lho!
Sebagai pelajar yang punya ambisi untuk dapatin nilai terbaik, berprestasi, punya banyak relasi, berwawasan luas itu berarti bagus dong. Tapi kalau sampai kamu harus mengorbankan banyak hal untuk itu dan lupa diri, nah ini saatnya kamu harus hati-hati deh, bisa jadi kamu terjebak dalam toxic productivity! Cermati beberapa ciri berikut ini untuk mengetahui kamu termasuk produktif atau malah toxic productivity.
- Tidak Pernah Merasa Cukup
Belajar untuk mendapatkan peringkat terbaik di sekolah adalah hal yang lumrah. Tetapi jika kamu menargetkan sesuatu yang tidak realistis dan overcapacity, maka ini tergolong toxic productivity. Pasti kamu pernah kan membandingkan jawaban dan nilai dengan temanmu setelah ujian? lalu ketika kamu menyadari bahwa jawabanmu salah kamu langsung panik dan terpuruk. Percayalah, dirimu sudah lebih dari cukup dan kamu telah melakukan yang terbaik, hanya saja tidak pernah merasa puas.
- Merasa Bersalah ketika Rebahan
Hampir seluruh waktu yang dimiliki kamu habiskan untuk berkegiatan mulai dari pagi hingga malam hari. Mulai dari belajar daring, meeting tanpa henti, belum lagi bimbingan belajar tambahan dan tuntutan aktif berorganisasi. Akibatnya kamu akan merasa bersalah ketika rebahan, kamu terus berusaha mencari produktivitas yang semu. Sebagai pelajar kamu butuh sekali waktu istirahat yang cukup agar masa pertumbuhan tidak terganggu. Jangan sampai kamu tidak mau berdamai dengan waktu istirahat!
- Kesehatan Mental Kamu Terganggu
Tanpa disadari kamu telah melakukan apa saja agar terlihat produktif sampai-sampai kamu kehilangan quality time. Sebenarnya quality time bareng keluarga, teman dan sahabat dapat memberikan impact yang baik bagi kesehatan mental kamu. Andai semua waktu kamu habiskan untuk target-target produktif diluar kapsitas tadi berarti tingkat toxic productivitymu udah bahaya! Nah kalau sudah seperti ini saatnya kamu mencari kegiatan yang mampu menghibur jiwa. Entah itu pergi berolahraga, sekedar jalan-jalan ke taman, atau mungkin menonton film favorit sambil memakan cemilan kesukaanmu.
- Terlalu santai yang berujung lalai
Selama pandemi kita semua menjalani study from home, kita memanfaatkan berbagai platform yang tersedia untuk belajar. Kamu bisa saja mengakses sosial media ketika belajar karena sambil memegang gawai. Pola belajar yang seperti ini sering kali membuat pelajar lalai dan sepele atas tanggung jawabnya. Banyak siswa-siswi yang mengumpulkan tugas terlambat, mengerjakan dengan sistem kebut semalam, mencontek ketika ujian dan yang paling parah adalah menyuruh orang lain mengerjakan tugasnya. Belum lagi kalangan remaja laki-laki yang lalai dengan game online hingga lupa belajar. Semua kemudahan daring ini disalahgunakan oleh pelajar sampai berubah menjadi toxic productivity.
Dari berbagai ciri-ciri yang harus diwaspadai tadi, apakah kamu tergolong toxic productivity atau bukan? Kalau iya kamu harus segera mengatasinya sebelum terlambat nih. Ada beberapa cara yang dapat kamu lakukan untuk mengurangi toxic productivity, yaitu :
- Membuat Personal Boundaries
Boundaries adalah batasan. Batasan untuk diri sendiri bukan berarti membatasi diri untuk tidak melakukan segala sesuatu, tetapi membatasi hal yang harus dilakukan. Daripada menjadi tipe deadliner, atau mengerjakan tugas dengan sistem kebut semalam. Lebih baik kamu membuat batasan waktu, misalnya 2 jam mengerjakan tugas, 1 jam untuk membaca buku, 30 menit untuk bersantai dan sebagainya. Cara seperti ini lebih efektif karena hasil dari mengerjakan tugas dalam waktu maksimal 2 jam akan terasa sama saja dengan hasil tugas yang dikerjakan berhari-hari. Karena hakikatnya kita sebagai individu ketika mendapatkan tekanan, maka otak kita akan berpacu lebih keras untuk menyelesaikan hal tersebut.
- Membuat Skala Prioritas
Selanjutnya kamu bisa membuat skala prioritas. Skala prioritas ini tidak hanya dalam ilmu ekonomi saja, tetapi bisa diterapkan untuk keseharian kita. Punya jurnal atau buku agenda untuk jadwal kamu itu bagus lho! selain itu kamu bisa mengunduh beberapa aplikasi yang bisa membantu menyusun dan mengingatkan jadwalmu. Kamu juga bisa memilah mana kegiatan yang lebih penting misalnya itu kegiatan organisasi, bimbingan belajar atau acara keluarga sekalipun. Kamu juga bisa mengetahui tugas mana yang pengumpulannya paling cepat, pukul berapa kamu harus mengisi presensi, dan sebagainya.
- Imbangi Kerja Keras dengan Kerja Cerdas
Kerja keras bisa tergolong dalam toxic productivity kalau tidak diimbangi dengan kerja cerdas. Umumnya kerja keras ini akan mengerahkan segala kemampuan diri untuk menyelesaikan sesuatu, sedangkan kerja cerdas lebih menggunakan kemampuan intelektual untuk mengatur waktu dan prioritas. Walaupun sudah membuat to-do-list sebagai skala prioritas, jangan sampai kamu terpaku pada jadwal tersebut. Hal ini malah akan membuat hidupmu monoton dan membosankan.
Berusaha lah fleksibel dengan cara cerdas. Kamu tetap bisa sambil melakukan hal-hal kecil yang mendukung kerja kerasmu tadi sehingga kamu akan tetap enjoy.
- Berdamailah dengan Waktu Istirahat
Ketika kamu sudah merasa kelehalan, maka kamu harus istirahat. Sebagai pelajar istirahat cukup dan makanan bergizi mampu mengurangi tingkat stress. Jika tingkat stress mu rendah, penyakit akan malas menyerang tubuh kamu. Jadi kamu akan lebih leluasa menjalani produktivitas jika tubuhmu dalam keadaan sehat.
Jangan pernah memaksakan makan sambil mengerjakan tugas sampai-sampai kamu tidak menikmati makanan tersebut. Kemudian jangan gunakan juga waktu istirahatmu untuk mengerjakan hal lain. Manfaatkan waktu istirahatmu hanya untuk hal-hal yang menyegarkan pikiran.
Nah demikian seputar produktif dan toxic productivity. Kira-kira kamu sudah tahu belum tergolong yang mana? Aku harap setelah membaca ini kamu dijauhkan dari yang namanya toxic productivity ya!
Karya Raisa Nabila Putri