Awalnya, pandemi dianggap memiliki lebih banyak dampak negatif ketimbang positif sebab ia membatasi kegiatan manusia, dan membuat produktivitas seseorang menurun. Namun, jika dilihat sekarang, justru produktivitas dapat meningkat sebab pandemi. Orang yang sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini dan memiliki pemikiran yang berkembang (growth mindset) tidak ingin hanya diam saja. Mereka mengubah pandemi yang awalnya disangka buruk menjadi sesuatu yang menghasilkan.
Pandemi sudah menimbulkan banyak sekali perubahan pada banyak aspek. Seluruh manusia tentu merasakan dan terdampak perubahan-perubahan tersebut. Tidak pernah terbayangkan, satu hari penuh dihabiskan hanya di dalam rumah, bersekolah tanpa bertemu teman dan guru secara langsung, melakukan rapat organisasi hanya dengan sebuah gadget, hingga melaksanakan sebuah event hanya di depan layar.
Kehidupan sosial menjadi sangat berbeda daripada sebelumnya. Teknologi dan internet sudah menjadi makanan sehari-hari bahkan beberapa orang menganggap penggunaannya seperti bernapas. Sesuai survei Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet Indonesia meningkat 8,9% dari 171,2 juta pada 2018 menjadi 196,7 juta per kuartal II 2020. Tidak dapat dipungkiri, segala kegiatan yang dilakukan tiap harinya tidak terlepas dari penggunaan internet dan teknologi. Hal itu membuat akses informasi dan komunikasi semakin mudah dijangkau di mana saja dan kapan saja, sehingga informasi apapun dapat diakses dengan mudah oleh para generasi khususnya gen Z yang dibilang paling melek internet dan teknologi pada saat ini.
Di dalam internet terdapat media sosial yang berperan sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Media sosial banyak memberikan efek positif, namun pastinya juga memiliki efek negatif. Produktivitas menjadi salah satu dari banyak hal yang terdampak oleh efek positif dan negatif media sosial ini. Sebuah studi menyatakan bahwa setiap satu notifikasi pesan atau e-mail baru, di situlah dopamin keluar. Hormon dopamin yang dihasilkan dapat membius otak seseorang untuk melakukan suatu kegiatan secara terus menerus sebab sifatnya yang memberikan kesenangan, termasuk dalam bermedia sosial. Sehingga, media sosial yang awalnya merupakan tempat mencari inspirasi dan mendukung, bisa menjadi distraksi produktivitas seseorang. Mempertahankan produktivitas pada era dimana segala distraksi yang awalnya adalah dukungan memang bukan merupakan hal yang mudah.
Kata ‘produktif’ sudah tidak lagi asing di telinga kebanyakan masyarakat Indonesia khususnya para generasi Z. Produktivitas seringkali disangkutpautkan dengan beraktivitas atau berkegiatan yang sibuk dan melakukan banyak hal. Di kehidupan jaman sekarang yang tampak semakin kompetitif, seringkali ‘terlihat sibuk’ menjadi tolak ukur produktivitas seseorang. “Kalau aku terlihat sibuk sekarang dan berusaha keras, aku akan sukses nanti dan banyak orang percaya”. “Aku ikut lomba-lomba kayak gini ya biar dapet sertifikat untuk dimasukkan ke CV, sekalian bisa lah jadi bahan instagram story”. Begitulah kiranya kata orang-orang yang mengorbankan jam tidurnya, kesehatan tubuhnya, dan ingin tervalidasi oleh orang lain bahwa ia adalah orang yang produktif.
Banyak orang yang seringkali terjebak dengan pengertian produktif yang seperti itu. Kata ‘Produktivitas’ sendiri dalam KBBI berarti kemampuan untuk menghasilkan sesuatu. Artinya, produktivitas adalah efisiensi dalam menghasilkan sesuatu. Bukan tentang seberapa sibuk seseorang, namun seberapa seseorang dapat menghasilkan sesuatu dengan memaksimalkan sarana yang dimiliki dengan meminimalkan waktu dan tenaga. Di sini, produktif tidak membutuhkan orang-orang yang sibuk menghabiskan seluruh waktunya, namun orang-orang yang work smarter dan dapat mengatur waktunya dengan baik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, internet, teknologi, dan media sosial bisa menjadi pendorong atau bahkan distraksi produktivitas seseorang. Hal ini menjadi tantangan dalam mempertahankan produktivitas tersebut. Media sosial yang awalnya digunakan sebagai tempat mencari inspirasi malah digunakan untuk scroll timeline tanpa henti. Penundaan atau prokrastinasi seperti ini memang seringkali terjadi di tengah-tengah aktivitas kita. Kemampuan menahan diri dan mengatur waktu dengan baik perlu turun tangan dalam mengatasi hal ini. Namun sebenarnya, niat kita dalam melakukan aktivitas tersebut juga memengaruhi. Dengan niat awal yang benar, yaitu ingin menyelesaikan suatu pekerjaan dan dari diri sendiri, bukan untuk orang lain ataupun demi validasi, hal ini bisa minim terjadi, hingga akhirnya dapat mempertahankan produktivitas tersebut.
Media sosial memang memiliki pengaruh sangat besar dalam produktivitas seseorang. Banyak hal yang dapat dilihat dan ditemui di media sosial. Media sosial secara tidak sadar membius pikiran penggunanya. Salah satu contohnya adalah fenomena FOMO (fear of missing out) yang membuat seseorang secara terus menerus membuka media sosial karena tidak ingin ketinggalan informasi di dalamnya. Hal ini tentu sangat mengganggu pikiran bahkan kesehatan mental yang kemungkinan besar menjadi faktor pendorong produktivitas seseorang. Pikiran yang sehat dan baik akan mengantarkan ke produktivitas yang sehat dan baik pula. Produktivitas seseorang tidak hanya menguntungkan dirinya sendiri, tetapi dapat menguntungkan orang lain, bahkan bangsanya.
Fenomena bonus demografi diperkirakan akan datang sekitar tahun 2030 di Indonesia. Hal ini perlu disambut dengan sangat baik sebab ini merupakan sebuah momentum yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk bisa meningkatkan kualitasnya bahkan berpeluang untuk menjadi negara maju. Berdasarkan data Bappenas terdapat 64% dari total penduduk merupakan usia produktif pada tahun tersebut, dan gen Z akan berperan sangat aktif dalam memanfaatkan fenomena ini, sebab gen Z akan mendominasi komposisi penduduk Negara Indonesia. Dilansir dari data sensus penduduk tahun 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Gen Z menempati angka tertinggi yaitu 27,94% dari total penduduk 270 juta jiwa.
Gen Z adalah generasi yang lahir sekitar tahun 1997 hingga 2012. Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya yang berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” menyebutkan Gen Z tampak berbeda dengan generasi sebelumnya dengan karakteristiknya yang memiliki global mind dan tak bisa lepas dari teknologi. Generasi Z ini menjadi harapan bangsa dan diekspektasikan untuk bisa memberi perubahan yang signifikan untuk bangsa Indonesia. Sebagai buktinya, Indonesia telah mencanangkan visi Indonesia Emas 2045, dimana terdapat 4 pilar sebagai cita-cita utama. Dengan memanfaatkan fenomena bonus demografi tersebut dan partisipasi aktif para usia produktif khususnya gen Z, visi Indonesia Emas 2045 akan terlihat hasilnya.
Dibantu dengan teknologi, internet, media sosial, dan inovasi-inovasi lainnya, para generasi harapan bangsa ini akan bertarung memajukan bangsa dengan produktivitas mereka. Penggunaan internet dan media sosial dengan bijak akan memaksimalkan fungsinya dan meminimalkan distraksi yang dihasilkan olehnya. Untuk mempertahankan produktivitas tersebut, dibutuhkan konsistensi yang tentunya muncul dari diri sendiri, bukan dari orang lain. Setelah konsisten kemudian menjadi kebiasaan, dan akhirnya aktivitas-aktivitas yang dibilang ‘produktif’ tersebut akan terasa lebih ringan. Contohnya saja, ketika kita membiasakan diri mandi 2 kali sehari, hal tersebut akan menjadi mudah dilaksanakan karena kita sudah terbiasa, dan justru aneh jika tidak melaksanakannya 2 kali dalam sehari. Begitu pula dengan kegiatan-kegiatan yang mendukung produktivitas seseorang.
Seperti yang telah disinggung di paragraf sebelumnya, niat yang baik akan membuahkan produktivitas yang baik pula. Niat tersebut harus datang dari diri sendiri. Memperbaiki niat dalam melakukan hal yang produktif akan mempertahankan produktivitas tersebut. Lagi-lagi media sosial ada dalam hal ini. Niat-niat untuk mencari validasi orang lain di media sosial atau lainnya harus jauh dibuang demi mempertahankan produktivitas ini. Kesehatan mental juga mendukung keberlanjutan produktivitas seseorang. Dengan kondisi tubuh baik fisik maupun mental yang sehat, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan akan lancar dan terlaksana dengan baik.
Di masa pandemi seperti ini, media sosial memang menjadi bagian penting dalam melakukan setiap aktivitas. Media sosial berpeluang menjadi pendorong atau bahkan distraksi dalam produktivitas seseorang. Setiap orang memiliki pilihan sendiri ingin menempatkan media sosial menjadi distraksi atau pendorong dalam produktivitasnya. Dengan kesadaran dirinya sendiri, seseorang akan mudah mempertahankan produktivitasnya yang telah menjadi kebiasaan.
Karya Khansa Qonitta Hareefa