Diskriminasi bukan lagi hal yang asing bagi kita. Bahkan dalam pendidikan, diskriminasi merupakan materi dasar yang patut dipelajari oleh para pelajar. Namun, apakah kalian tahu bahwa diskriminasi usia juga terjadi secara nyata?
Pada umumnya, diskriminasi merupakan pembedaan sikap atau perilaku terhadap sesuatu. Diskriminasi juga cenderung dilakukan oleh sebuah kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas yang dirasa berbeda maupun aneh oleh pelaku. Dalam situasi tertentu, pelaku diskriminasi bisa melakukan tindakannya secara tidak sadar, salah satunya yang paling sering ditemui adalah diskriminasi usia.
Diskriminasi usia atau yang disebut juga dengan ageism merupakan pembedaan sikap atau perilaku seseorang terhadap orang lain yang didasari oleh usia. Diskriminasi ini umumnya memberikan dampak buruk bagi korban yang membuatnya menjadi merasa kurang, terkuncil, aneh, ragu, takut dan sebagainya karena usianya yang dirasa belum cukup atau terlalu matang untuk dapat melakukan sesuatu.
Dikutip dari laman p2k.unkris.ac.id, ada beberapa bentuk umum ageism atau diskriminasi usia yang dapat kita ketahui, beberapa diantaranya adalah;
- Adultism. Bentuk diskriminasi usia ini adalah sudut pandang seseorang terhadap posisi
orang dewasa yang dianggap lebih daripada orang muda atau orang-orang yang dianggap
belum dewasa. - Jeunism. Bentuk diskriminasi usia ini adalah sudut pandang seseorang terhadap orang
muda yang dianggap lebih daripada orang yang sudah berumur atau lansia. - Adultcentrims. Bentuk diskriminasi usia ini umumnya dilakukan oleh para orang tua
tentang perspektifnya terhadap anak-anak. Dalam hal ini, para orang tua biasanya
menolak melihat dunia dari sudut pandang anak sehingga orang tua memiliki keyakinan
yang tinggi dan merasa benar terhadap tindakan yang mereka lakukan pada anak.
Kurangnya pemahaman serta kesadaran tinggi membuat ageism sering dianggap remeh di kalangan masyarakat. Mereka merasa bahwa perspektifnya tentang sesuatu lebih benar daripada yang lain. Padahal, dalam menanggapi sesuatu, dua perspektif atau lebih sangat diperlukan untuk menghindari masalah baru.
Misalnya, terdapat seorang kakek yang lebih menyukai koran daripada alat elektronik dan dianggap kuno oleh cucunya yang remaja. Atau seorang anak yang berdebat dengan orang tua, namun sang anak tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan pendapat mereka dan dituntut untuk mengikuti aturan orang tuanya. Pun, seorang mahasiswa yang memberikan pendapat namun dibantah oleh seorang pekerja yang sudah berumur karena merasa mahasiswa itu masih kurang dewasa untuk menggurui.
Contoh-contoh tersebut merupakan ageism yang terjadi tanpa disadari. Padahal untuk menyukai sesuatu adalah hak semua orang dan orang tua juga perlu memahami pandangan anak, serta usia bukanlah patokan untuk bisa menggurui dan memberikan pendapatnya pada seseorang.
Efek yang ditimbulkan dari ageism bukan hanya pengaruh kepercayaan diri, namun juga berdampak pada tingkah laku dan pola pikir seseorang. Menyadari hal ini, ageism merupakan salah satu tindakan yang harus dihindari. Oleh karena itu, kebiasaan seperti tidak mau menerima kritik, tidak mau menerima kehadiran orang baru, dan tidak mau menerima sesuatu yang berbeda adalah perilaku yang harus kita ubah guna menghindari ageism.
Karya Aisya Rizqiani Salsabila Syam